Terasa agak pening, kepala ini seperti penuh oleh hal tidak berguna. Mungkin seperti struk belanja atau resi sisa pengambilan uang tunai dari ATM yang tersebar di meja. Perihal remeh yang kubiarkan begitu saja tanpa menganggapnya perlu dibersihkan. Akhirnya seolah menumpuk, memenuhi ruang pikir yang semestinya bisa diajak berkompromi terhadap tujuan.
Kelopak mata makin berat oleh gravitasi bumi dan juga gravitasi beban hidup. Ia mengantuk meminta lelap, namun distraksi di tengah modernisasi juga sudah begitu masif mengganggunya. Ia masih ingin terjaga demi kesia-siaan. Lalu biasanya si pemilik kelopak mata itu esoknya akan menyesal karena bangun kesiangan. Siklus laknat yang ia harapkan bisa berakhir, sebab telah menuntunnya melenceng jauh dari jalan lurus.
Dan menulis adalah salah satu penyelamat untuk setidaknya mengintip apa maksud gundah gulananya. Ia seperti lubang kunci yang membawanya untuk menganalisis pengalaman yang ia rasakan di masa lalu. Maksudnya tadi siang.
Sian ini, aku akhirnya membuat keputusan dan melakukannya dalam aksi. Suatu hal yang terkadang membuatku takjub sendiri. Rupanya selama ini, kelelahan itu tidak lain berasal dari sifat ragu-ragu. Lelah ini hanya disebabkan fikiran-fikiran berbunyi, "bagaimana kalau" + konsekuensi negatif. Monser spons penyerap energi kehidupan. Dia overthinking.
Saat ini, aku tengah berusaha menjinakkannya, maksudku fikiranku ini. Jika dibiarkan liar, dia hanya akan menjadikan sikap ragu-ragu ini memasungku di tempat. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu variabel yang membuatku merasa terlambat bertumbuh kembang. Namun, lagi, setiap manusia mempunyai perjalanannya masing-masing. Karena aku kaktus gurun, wajar jika tidak tumbuh setinggi pohon pinus di rimba alaska. Akan sangat menakutkan jika kaktus gurun tumbus setinggi 300 meter menjulang ke langit. Jadi, aku mulai menerima diriku.
Dan berdamai dengan diri sendiri nampaknya memang menjadi rute yang mesti ditempuh untuk bisa hidup tenang. Semakin jauh dari titik mula, aku melihat bahwa yang kubutukan adalah ketenangan, dengan sedikit kelebihan uang dan waktu untuk bersantai. Namun sungguh, saat menjadi dewasa kamu akan semakin sulit unruk menjadi tenang. Distraksi selalu ada, mengganggumu seperti nyamuk yang nguang-nguing di sekitar telinga. Kalau kamu sumbu pendek, hidupmu akan berantakan.
Jadi, mempermasalahkan suatu hal tidak perlu sebegitunya. Jangan sampai ia memakan sebagian besar porsi waktu kita yang berharga, hanya untuk memikirkan distraksi. Kata nasihat populer, kita tidak bisa mengendalikan sekitar kita, tapi kita bisa mengendalikan reaksi kita atas apa yang ada di lingkungan. Ya, jangan biarkan nyamuk-nyamuk itu mengganggu waktu tidurmu selamanya. Kamu bisa memakai anti nyamuk atai menutup telingamu dengan selimut, atau apa lah. Yang pasti jangan biarkan kamu menjadi emosi tinggi akibat nyamuk-nyamuk itu.
Hari ini aku juga mendapatkan dua kabar. Yang satu adalah ucapan selamat, yang lainnya adalah Permohonan maaf. Aku menjadi peserta di beberapa kompetisi, dan aku mendapatkan dua kabar yang kuadrannya berlawanan. Lagi, hidup ini tidak selalu di atas, kamu juga harus mengalami kekalahan. Ketika kamu kalah, apakah kamu masih bisa bersyukur, masihkah kamu mampu melihat pelajaran di baliknya sebagaimana buku-buku motivasi yang kamu baca? Mungkin Tuhan menghadapkan kita pada kekalahan agar kita tidak serakah. Mungkin juga biar kita bisa menikmati hidup. Sebab bagi seseorang yang terus menerus menjadi pemenang, suatu hari kemenangan itu akan menjadi hal yang sangat biasa, karena kehilangan euforianya.
Komentar
Posting Komentar